A.
Karakteristik Hutan Hujan Tropis
Hutan hujan tropika terbentuk di wilayah-wilayah beriklim tropis, dengan
curah hujan tahunan minimum berkisar antara 1,750 millimetre (69 in)
dan 2,000 millimetre (79 in). Sedangkan rata-rata temperatur bulanan
berada di atas 18 °C (64 °F) di sepanjang tahun.
Hutan basah ini tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian sekitar 1.200 m dpl., di atas
tanah-tanah yang subur atau relatif subur, kering (tidak tergenang air dalam
waktu lama), dan tidak memiliki musim kemarau yang
nyata (jumlah bulan kering < 2).
Hutan hujan tropika merupakan vegetasi yang paling kaya,
baik dalam arti jumlah jenis makhluk hidup yang membentuknya, maupun dalam tingginya
nilai sumberdaya lahan (tanah,
air, cahaya matahari) yang dimilikinya.
Hutan dataran rendah ini didominasi oleh pepohonan besar yang membentuk tajuk
berlapis-lapis (layering), sekurang-kurangnya tinggi tajuk teratas
rata-rata adalah 45 m (paling tinggi dibandingkan rata-rata hutan lainnya),
rapat, dan hijau sepanjang tahun. Ada tiga lapisan tajuk atas di hutan ini:
· Lapisan
pohon-pohon yang lebih tinggi, muncul di sana-sini dan menonjol di atas atap
tajuk (kanopi hutan) sehingga dikenal sebagai “sembulan” (emergent).
Sembulan ini bisa sendiri-sendiri atau kadang-kadang menggerombol, namun tak
banyak. Pohon-pohon tertinggi ini bisa memiliki batang bebas cabang lebih dari
30 m, dan dengan lingkar batang hingga 4,5 m.
· Lapisan
kanopi hutan rata-rata, yang tingginya antara 24–36 m.
· Lapisan
tajuk bawah, yang tidak selalu menyambung. Lapisan ini tersusun oleh pohon-pohon
muda, pohon-pohon yang tertekan pertumbuhannya, atau jenis-jenis pohon yang
tahan naungan.
· Kanopi
hutan banyak mendukung kehidupan lainnya, semisal berbagai jenis epifit (termasuk anggrek), bromeliad, lumut, serta lumut kerak, yang hidup
melekat di cabang dan rerantingan. Tajuk atas ini demikian padat dan rapat,
membawa konsekuensi bagi kehidupan di lapis bawahnya. Tetumbuhan di lapis bawah
umumnya terbatas keberadaannya oleh sebab kurangnya cahaya matahari yang bisa
mencapai lantai hutan, sehingga orang dan hewan cukup leluasa berjalan di dasar
hutan.
Ada dua lapisan tajuk lagi di aras lantai hutan, yakni lapisan semak dan
lapisan vegetasi penutup tanah. Lantai hutan sangat kurang cahaya, sehingga
hanya jenis-jenis tumbuhan yang toleran terhadap naungan yang bertahan hidup di
sini; di samping jenis-jenis pemanjat (liana) yang melilit batang atau
mengait cabang untuk mencapai atap tajuk. Akan tetapi kehidupan yang tidak
begitu memerlukan cahaya, seperti halnya aneka kapang dan organisme pengurai (dekomposer)
lainnya tumbuh berlimpah ruah. Dedaunan, buah-buahan, ranting, dan bahkan
batang kayu yang rebah, segera menjadi busuk diuraikan oleh aneka organisme
tadi. Pemakan semut raksasa
juga hidup di sini.
Pada saat-saat tertentu ketika tajuk tersibak atau terbuka karena sesuatu
sebab (pohon yang tumbang, misalnya), lantai hutan yang kini kaya sinar
matahari segera diinvasi oleh berbagai jenis terna, semak dan anakan pohon;
membentuk sejenis rimba yang rapat.
B.
Ciri-ciri Umum Hutan Hujan Tropis
1.
Lokasi: hutan hujan berada di daerah tropis.
2.
Curah hujan: hutan hujan memperoleh curah hujan sebesar paling tidak 80
inci setiap tahunnya.
3.
Kanopi: hutan hujan memiliki kanopi, yaitu lapisan-lapisan cabang pohon
beserta daunnya yang terbentuk oleh rapatnya pohon-pohon hutan hujan.
4.
Keanekaragaman biota: hutan hujan memiliki tingkan keragaman biota yang
tinggi (biodiversity). Biodiversity adalah sebutan untuk seluruh benda hidup
seperti tumbuhan, hewan, dan jamur yang ditemukan di suatu ekosistem.
Para peneliti percaya bahwa sekitar separuh dari tumbuhan dan hewan yang
ditemukan di muka bumi hidup di hutan hujan.
tinggi (biodiversity). Biodiversity adalah sebutan untuk seluruh benda hidup
seperti tumbuhan, hewan, dan jamur yang ditemukan di suatu ekosistem.
Para peneliti percaya bahwa sekitar separuh dari tumbuhan dan hewan yang
ditemukan di muka bumi hidup di hutan hujan.
5.
Hubungan simbiotik antar spesies: spesies di hutan hujan seringkali
bekerja
bersama. Hubungan simbiotik adalah hubungan dimana dua spesies berbeda
saling menguntungkan dengan saling membantu. Contohnya, beberapa
tumbuhan membuat struktur tempat tinggal kecil dan gula untuk semut.
Sebagai balasannya, semut menjaga tumbuhan dari serangga-serangga lain
yang mungkin ingin memakan daun dari tumbuhan tersebut
bersama. Hubungan simbiotik adalah hubungan dimana dua spesies berbeda
saling menguntungkan dengan saling membantu. Contohnya, beberapa
tumbuhan membuat struktur tempat tinggal kecil dan gula untuk semut.
Sebagai balasannya, semut menjaga tumbuhan dari serangga-serangga lain
yang mungkin ingin memakan daun dari tumbuhan tersebut
6. Ciri-ciri : Iklim
selalu basah. curah hujan tinggi. dan merata, tanah kering sampai lembab dan bermacam-macam jenis
tanah. Mayoritas hidup tumbuhan berkayu (perpohonan. liana). tumbuhan berbatang kurus (tidak banyak
cabang. kulit tipis).
Terdapat di pedalaman. pada tanah rendah sampai berbukit (1000 mdpl) sampai pada dataran tinggi (s/d
4000 mdpi). Dapat dibedakan menjadi 3 zone menurut ketinggiannya : Hutan Hujan Bawah (2 - 1000 mdpl). Hutan Hujan Tengah (1000 - 3000 mdpl), Hutan
Hujan Atas (3000 - 4000 mdpl). Terdapat terutama di Sumatera. Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian.
C. Fungsi Hutan
Hujan Tropis
Hutan hujan berfungsi bagi ekosistem global. Hutan hujan:
· menyediakan
rumah bagi banyak tumbuhan dan hewan;
· membantu
menstabilkan iklim dunia;
· melindungi
dari banjir, kekeringan, dan erosi;
· adalah
sumber dari obat-obatan dan makanan;
· menyokong
kehidupan manusia suku pedalaman; dan adalah tempat menarik untuk dikunjungi
· Hutan
hujan menyediakan rumah bagi tumbuhan dan hewan liar. Hutan hujan
merupakan rumah bagi banyak spesies tumbuhan dan hewan di dunia,
termasuk diantaranya spesies yang terancam punah. Saat hutan ditebangi,
banyak spesies yang harus menghadapi kepunahan. Beberapa spesies di hutan
hujan hanya dapat bertahan hidup di habitat asli mereka. Kebun binatang tidak
dapat menyelamatkan seluruh hewan.
merupakan rumah bagi banyak spesies tumbuhan dan hewan di dunia,
termasuk diantaranya spesies yang terancam punah. Saat hutan ditebangi,
banyak spesies yang harus menghadapi kepunahan. Beberapa spesies di hutan
hujan hanya dapat bertahan hidup di habitat asli mereka. Kebun binatang tidak
dapat menyelamatkan seluruh hewan.
·
Hutan hujan membantu menstabilkan iklim dunia dengan cara
menyerap
karbon dioksida dari atmosfer. Pembuangan karbon dioksida ke atmosfer
dipercaya memberikan pengaruh bagi perubahan iklim melalui pemanasan
global. Karenanya hutan hujan mempunyai peran yang penting dalam
mengatasi pemanasan global. Hutan hujan juga mempengaruhi kondisi cuaca
lokal dengan membuat hujan dan mengatur suhu.
karbon dioksida dari atmosfer. Pembuangan karbon dioksida ke atmosfer
dipercaya memberikan pengaruh bagi perubahan iklim melalui pemanasan
global. Karenanya hutan hujan mempunyai peran yang penting dalam
mengatasi pemanasan global. Hutan hujan juga mempengaruhi kondisi cuaca
lokal dengan membuat hujan dan mengatur suhu.
D.
Tumbuhan Penyusun Hutan Hujan Tropis
Tumbuhan utama penyusun hutan hujan tropis yang basah (lembab), biasanya
terdiri atas tujuh kelompok utama, yaitu:
1.
Pohon-pohon Hutan
Pohon-pohon ini merupakan komponen struktural utama, kadang-kadang untuk
mudahnya dinamakan atap atau tajuk (canopy). Kanopi ini terdiri dari tiga
tingkatan, dan masing-masing tingkatan ditandai dengan jenis pohon yang
berbeda. Tingkatan A merupakan tingakatan tumbuhan yang menjulang tinggi,
dengan ketinggian lebih dari 30 meter. Pohon-pohonnya dicirikan dengan jarak
antar pohon yang agak berjauhan dan jarang merupakan suatu lapisan kanopi yang
bersambung. Tingkatan B merupakan tumbuhan dengan ketinggian antara 15-30
meter. Kanopi pada tingkatan ini merupakan tajuk-tajuk pohon yang bersifat
kontinu (bersambung) dan membentuk sebuah massa yang dapat disebut sebagai
sebuahatap (kanopi). Sedangkan tingkatan C merupakan tumbuhan dengan ketinggian
antara 5-15 meter. Tingkatan ini dicirikan dengan bentuk pohon yang kecil dan
langsing, serta memiliki tajuk yang sempit meruncing. Tingkatan-tingkatan
kanopi hutan hujan tropis sebenarnya sukar sekali dtentukan secara pasti. Hal
ini disebabkan oleh ketinggian pohon yang tidak seragam seperti telah
disebutkan dalam pembagian tingkatan di atas. Pengamatan tingkatan kanopi di
atas hanyalah bersifat kausal saja.
2.
Terna
Pada bagian hutan yang kanopinya tidak begitu rapat, memungkinkan sinar
matahari dapat tembus hingga ke lantai hutan. Pada bagian ini banyak tumbuh dan
berkembang vegetasi tanah yang berwarna hijau yang tidak bergantung pada bantuan
dari luar. Tumbuhan yang demikian hidup dalah iklim yang lembab dan cenderung
bersifat terna seperti paku-pakuan dan paku lumut (Selagenella spp.) dengan
bagian dindingnya sebagian besar terdiri dari tumbuhan berkayu. Terna dapat
membentuk lapisan tersendiri, yaitu lapisan semak-semak (D), terdiri dari
tumbuhan berkayu agak tinggi. Lapisan kedua yaitu semai-semai pohon (E) yang
dapat mencapai ketinggian 2 meter.
Lapisan semak-semak sering mencakup beberapa terna besar
sepertiScitamineae (pisang, jahe, dll.) yang tingginya dapat melebihi 5 meter.
Meskipun kondisi iklim mikronya panas dan lembab, namun perkembangan terna
dalam wilayah hutan hujan tropis kurang baik. Hal ini disebabkan kurangnya
pencahayaan matahari untuk membantu proses fotosintesisnya. Persebaran terna
yang baik terdapat pada wilayah terbuka dengan air yang cukup melimpah atau
pada tebing-tebing terjal, dimana sinar matahari leluasa mencapai lantai hutan.
3.
Tumbuhan Pemanjat
Tumbuhan ini bergantung dan menunjang pada tumbuhan utama dan memberikan
hiasan utama pada hutan hujan tropis. Tumbuhan pemanjat ini lebih dikenal
dengan sebutanLiana. Tumbuhan ini dapat tumbuh baik, besar dan banyak, sehingga
mampu memberikan salah satu sifat yang paling mengesankan dari hutan hujan
tropis. Tumbuhan ini dapat berbentuk tipis seperti kawat atau berbentuk besar
sebesar paha orang dewasa. Tumbuhan ini seperti menghilang di dalam kerimbunan
dedaunan atau bergantungan dalam bentuk simpul-simpul tali raksasa (ingat dalam
film Tarzan, the Adventure). Sering pula tumbuhan ini tumbuh di percabangan
pohon-pohon besar. Beberapa diantaranya dapat mencapai panjang sampai 200
meter.
4.
Epifita
Tumbuhan ini tumbuh melekat pada batang, cabang atau pada daun-daun
pohon, semak, dan liana. Tumbuhan ini hidup diakibatkan oleh kebutuhan akan
cahaya matahari yang cukup tinggi. Beberapa dari tipe ini hidup di atas tanah
pada pohon- pohon yang telah mati. Tumbuhan ini pada umumnya tidak menimbulkan
pengaruh buruk terhadap inang yang menunjangnya. Tumbuhan ini pun hanya
memainkan peran yang kurang berarti dalam ekonomi hutan.
Namun demikian, epfita memainkan peranan penting dalam ekosistem sebagai
habitat bagi hewan. Epifit pun memainkan peranan penting dan sangat menarik
untuk menunjukkan adaptasi struktural terhadap habitatnya. Jumlah jenisnya
lebih beraneka ragam, biasanya melibatkan kekayaan jenis-jenis tumbuhan spora,
baik dari golongan yang rendah maupun paku-pakuan dan tumbuhan berbunga
termasuk diantaranya semak-semak. Kehadiran epifit dalam ukuran yang luas lagi
digunakan untuk membedakan antara hutan hujan tropis dengan komunitas hutan di
daerah iklim sedang.
5.
Pencekik Pohon
Tumbuhan pencekik memulai kehidupannya sebagai epifita, tetapi kemudian
akar- akarnya menancap ke tanah dan tidak menggantung lagi pada inangnya.
Tumbuhan ini sering membunuh pohon yang semula membantu menjadi inangnya.
Tumbuhan pencekik yang paling banyak dikenal dan melimpah jumlahnya, baik dari
segi jenis ataupun populasinya, adalahFircus spp. yang memainkan peranan
penting baik dalam ekonomi maupun fisiognomi hutan hujan tropis. Biji-biji dari
tumbuhan pencekik ini berkecambah diantara dahan-dahan pohon besar yang tinggi atau
semak yang merupakan inangnya. Pada stadium ini tumbuhan
pencekik masih berupa epifit, namun akar-akarnya
bercabang-cabang dan menujam ke bawah melalui batang- batang
inangnya hingga mencapai tanah. Kemudian batang-batang pohon itu tertutup
dan terjalin oleh akar-akar tumbuhan pencekik dengan sangat
kuat. Setelah beberapa waktu tertentu inang pohon pun
akan mati dan membusuk meninggalkan pencekiknya.
Sementara itu tajuk tumbuhan pencekik menjadi besar dan lebat.
6.
Saprofita
Tipe tumbuhan ini mendapatkan zat haranya dari bahan organik yang telah
mati bersama-sama denganparasit-parasit. Tumbuhan ini merupakan komponen
heterotrof yang tidak berwarna hijau di hutan hujan tropis. Jenis tumbuhan ini
terdiri atas cendawan atau jamur (fungi), dan bakteri. Tumbuhan ini dapat
membantu terjadinya penguraian organik, terutama yang hidup di dekat permukaan
lantai hutan. Namun beberapa jenis anggrek tertentu, suku Burmanniaceae dan
Gentianaceae, jenis-jenis Triuridaceae dan Balanophoraceae yang sedikit mengandung
klorofil dapat hidup dengan cara saprofit yang sama. Tumbuhan ini banyak
ditemukan pada lantai hutan yang memiliki rontokkan daun-daun yang cukup tebal
dan terjadi pembusukkan yang nyata. Tumpukan dedaunan tersebut dapat dijumpai
pada rongga-rongga atau sudut-sudut diantara akar-akar banir pohon-pohon.
7.
Parasit
Jenis tumbuhan ini biasanya mengambil unsur hara dari pohon inangnya
untuk kelangsungan hidupnya. Tumbuhan ini hidupnya hanya untuk merugikan
tumbuhan inangnya. Tumbuhan ini dapat berupa cendawan dan bakteria yang
digolongkan dalam 2 sinusia penting. Pertama adalah parasit akar yang tumbuh di
atas tanah dan yang kedua adalah setengah parasit (hemiparasit) yang tumbuh
seperti epifita di atas pohon. Parasit akar jumlahnya sangat
sedikit dan tidak seberapa penting artinya, namun bila
dikaji secara mendalam akan sangat menarik sekali. Hemiparasit yang bersifat seperti epifit jenisnya sangat banyak sekali dan jumlahnyanya
pun melimpah ruah serta banyak dijumpai di seluruh hutan
hujan tropis. Kebanyakan hemiparasit adalah dari suku
benalu (Loranthaceae).
E.
Komponen Penyusun Hutan Hujan Selain Tumbuhan
1. Hewan
Hutan hujan menyediakan makanan untuk hewan, sehingga hutan hujan tropis di
jadikan rumah bagi berbagai jenis hewan di antarnya mamalia, reptile, burung,
amphibi, serangga dan ikan yang hidup di perairan hutan hujan tropis.
Perairan hutan hujan tropis termasuk sungai, anak sungai, danau, dan
rawa-rawa adalah rumah bagi mayoritas spesies ikan air tawar. Lembah sungai
Amazon sendiri memiliki 3000 spesies yang diketahui dan kemungkinan spesies
yang tidak teridentifikasi dalam jumlah yang sama.
Banyak ikan tropis yang dipelihara di akuarium air tawar berasal dari
hutan hujan. Ikan seperti Angelfish, Neon Tetras, Discus, dan lele pemakan
ganggang berasal dari hutan hujan tropis di Amerika Selatan, sedangkan Danios,
Gurameh, Siamese Fighting Fish (atau Betta), dan Clown Loach berasal dari Asia.
Kebanyakan dari hewan yang ditemukan di hutan hujan adalah serangga.
Sekitar seperempat dari seluruh spesies hewan yang telah diberi nama dan
dideskripsikan oleh ilmuwan adalah kumbang. Hampir 500.000 jenis kumbang
diketahui ada.
Karena pohon-pohon yang terdapat di hutan tropis rata-rata tinggi dan
permukaan tanahnya relatif sering tergenang oleh air, maka hewan yang banyak
hidup di daerah hutan basah ini adalah hewan-hewan pemanjat sejenis primata,
seperti; gorilla, monyet, simpanse, siamang, dan primata lainnya.
2. Manusia
Hutan Hujan
Hutan hujan tropis merupakan rumah bagi manusia pedalaman yang bergantung pada
sekitar mereka untuk makanan, tempat berlindung, dan obat-obatan. Saat ini
hanya sedikit manusia hutan yang hidup dengan cara tradisional; kebanyakan
telah digantikan dengan para penetap dari luar atau telah dipaksa oleh
pemerintah untuk menyerahkan gaya hidup mereka.
Dari sisa-sisa manusia hutan yang ada, Amazon memiliki jumlah populasi yang
terbesar, walau orang-orang tersebut juga telah dipengaruhi oleh dunia modern.
Sementara mereka masih menggunakan hutan sebagai tempat untuk berburu dan
mengumpulkan makanan, kebanyakan Ameridian, panggilan yang biasa ditujukan pada
mereka, menanam hasil bumi (seperti pisang, manioc, dan beras), menggunakan
barang-barang dari Barat (seperti panci, penggorengan, dan perkakas metal), dan
melakukan kunjungan reguler ke kota-kota untuk membawa makanan dan barang ke
pasar. Walau begitu, manusia-manusia hutan ini dapat mengajarkan banyak tentang
hutan hujan pada kita. Pengetahuan mereka tentang tanaman-tanaman obat yang
digunakan untuk merawat orang sakit tidak ada tandingannya dan mereka memiliki
pemahaman yang luar biasa mengenai ekologi dari hutan hujan Amazon.
Di Afrika terdapat penghuni hutan asli yang kadang dikenal dengan nama pygmies.
Ukuran tertinggi dari orang-orang ini, juga dikenal sebagai Mbuti, jarang yang
tingginya lebih dari 5 kaki. Ukuran mereka yang kecil membuat mereka dapat
bergerak di dalam hutan dengan lebih efisien bila dibandingkan dengan orang
yang lebih tinggi.
F.
Permukaan Tanah Hutan Hujan
Dedaunan di kanopi membuat lapisan dasar dari hutan hujan umumnya gelap
dan lembab. Bagaimanapun, terlepas dari bayang-bayang konstanya, permukaan
tanah dari hutan hujan adalah bagian yang penting dari ekosistem hutan.
Lantai hutan adalah dimana terjadinya pembusukan (decomposation).
Dekomposasi atau pembusukan adalah proses ketika makhluk-makhluk pembusuk
seperti jamur dan mikro organism mengurai tumbuhan dan hewan yang mati dan
mendaur ulang material-material serta nutrisi-nutrisi yang berguna.
Banyak dari hewan-hewan terbesar hutan hujan ditemukan di lantai hutan.
Beberapa dari ini termasuk gajah, tapir, dan macan kumbang.
G.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Hutan Hujan Tropis
Produktivitas merupakan parameter ekologi yang sangat penting.
Produktivitas ekosistem adalah suatu indeks yang mengintegrasikan pengaruh
kumulatif dari banyak proses dan interaksi yang berlangsung simultan di dalam
ekosistem. Jika produktivitas pada suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam
jangka waktu yang lama maka hal ini menandakan kondisi lingkungan yang stabil,
tetapi jika terjadi perubahan yang dramatis, maka menunjukkan telah terjaDI
perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi
di antara organisme-organisme yang menyusun ekosistem.
Produktivitas khususnya di wilayah tropis dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain adalah:
a.
Suhu dan cahaya matahari
Wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari
tahunan yang tersedia bagi
fotosintesis dibanding dengan wilayah iklim sedang. Hal ini disebabkan oleh 3 faktor: (1)
Kemiringan poros bumi menyebabkan wilayah tropika menerima lebih banyak sinar
matahari dibanding pada atmosfer luarnya dibanding dengan wilayah iklim sedang. (2) Lewatnya sinar matahari
pada atmosfer yang lebih tipis (karena sudut yang lebih tegak lurus di
daerah tropika), mengurangi
jumlah sinaran yang diserap oleh atmosfer. Di wilayah hutan hujan tropis, 56% sampai dengan 59 % sinar matahari
pada batas atmosfer dapat sampai di permukaan tanah. (3) Masa tumbuh, yang terbatas oleh keadaan suhu
adalah lebih panjang di
daerah hutan hujan tropis (kecuali di tempat-tempat yang sangat tinggi)
Suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna
musim tumbuh bagi tumbuh-tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya akan meningkatkan
produktivitas tumbuhan.
b.
Curah Hujan
Di daerah hutan hujan tropis jumlah curah hujan per tahun berkisar antara
1600 sampai dengan 4000 mm dengan sebaran bulan basah 9,5-12 bulan basah.
Kondisi ini menjadikan wilayah ini memiliki curah hujan yang merata hampir
sepanjang tahun yang akan sangat mendukung produktivitas.
Walaupun memberi dampak positif bagi produktivitas
vegetasi menurut Resosoedarmo et al.,
(1986) curah hujan yang tinggi akan menyebabkan tanah- tanah
yang tidak tertutupi oleh vegetasi rentan sekali terhadap pencucian yang
akan mengurangi kesuburan tanah dengan cepat. Barbour et al, (1987) mengatakan bahwa sebagai salah satu faktor siklus hara dalam sistem, pencucian adalah penyebab utama
hilangnya hara dari suatu ekosistem. Hara yang mudah sekali tercuci terutama adalah Ca dan K.
c.
Interaksi Antara Suhu dan Curah Hujan
Interaksi antara suhu yang tinggi dan curah hujan yang
banyak yang berlangsung
sepanjang tahun menghasilkan kondisi
kelembapan yang sangat ideal bagi vegetasi hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
Warsito (1999) menjelaskan
bahwa kelembapan atmosfer merupakan fungsi dari lamanya hari hujan, terdapatnya air yang
tergenang, dan suhu. Sumber utama air dalam atmosfer adalah hasil dari penguapan dari sungai, air laut, dan
genangan air tanah lainnya
serta transpirasi dari tumbuhan. Menurut Jordan (1995) tingginya kelembapan pada gilirannya akan
meningkatkan laju aktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi oleh proses ini adalah
pelapukan tanah yang
berlangsung cepat. Pelapukan terjadi ketika hidrogen dalam larutan tanah bereaksi dengan mineral-mineral
dalam tanah atau lapisan batuan, yang mengakibatkan terlepas unsur-unsur hara . Hara-hara ini ada yang dapat
dengan segera diserap oleh
tumbuhan
d.
Produktivitas Serasah
Produktivitas serasah di hutan hujan tropis adalah juga yang tertinggi di
banding dengan wilayah-wilayah lain sebagaimana yang terlihat pada Table 2.
Oleh karena produktivitas serasah yang tinggi maka akan memberikan keuntungan
bagi vegetasi untuk meningkatkan produktivitas karena tersedianya sumber hara
yang banyak.
e. Tanah.
Tanah adalah
faktor di daerah tropis yang tidak mendukung tingginya
produktivitas yang tinggi. Tanah di hutan hujan tropis adalah tanah yang berumur
sangat tua, kecuali tanah vulkanik. Periode Pleistocene tidak berpengaruh sama
sekali pada tanah disini, dan kemungkinan besar tanah disini berasal dari periode Tertiary.
produktivitas yang tinggi. Tanah di hutan hujan tropis adalah tanah yang berumur
sangat tua, kecuali tanah vulkanik. Periode Pleistocene tidak berpengaruh sama
sekali pada tanah disini, dan kemungkinan besar tanah disini berasal dari periode Tertiary.
f.
Herbivor
Herbivora adalah faktor biotik yang mempengaruhi
produktivitas vegetasi.
Sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora
biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat (Barbour at al.,
1987). Oleh karena produktivitas yang tinggi, maka dapat di antisipasi adanya
potensi yang tinggi untuk terjadi serangan insekta. Namun, sedikit bukti yang ada sekurang-kurangnya di hutan yang tumbuh secara alami, adanya serangan insekta
pada areal berskala luas. Banyak pohon mengembangkan alat
pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika
dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.
Sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora
biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat (Barbour at al.,
1987). Oleh karena produktivitas yang tinggi, maka dapat di antisipasi adanya
potensi yang tinggi untuk terjadi serangan insekta. Namun, sedikit bukti yang ada sekurang-kurangnya di hutan yang tumbuh secara alami, adanya serangan insekta
pada areal berskala luas. Banyak pohon mengembangkan alat
pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika
dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.